Be Yourself and Never Surrender


    Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas motivation letter, tapi tidak untuk memotivasi kamu, ataupun aku, ataupun siapapun yang membaca tulisan ini. Dalam tulisan ini juga tidak menceritakan kisah orang hebat ataupun orang yang jenius. Tulisan ini adalah catatan bagaimana seorang anak muda yang ditolak delapan kali dalam perjuangannya, tetapi Ia tidak pernah menyerah akan mimpinya. Jadi, siapkan tempat yang nyaman, sedikit camilan, dan baterai yang cukup karena ini akan jadi cerita yang lumayan panjang.

Jadi tokoh di cerita ini adalah seorang anak SMA di kota Bandar Lampung yang bernama Ferryo, lengkapnya Ferryo Lenz Kurniawan. Teman- teman sekelasnya mengenal dia sebagai anak yang ambis PTN sejak duduk di bangku kelas 12. Tak salah dia mendapat predikat itu, karena memang kerjanya hanyalah belajar ( setidaknya itulah yang teman-temannya lihat). Walaupun demikian, tak sedikit pula yang meragukan ia bisa merealisasikan mimpinya. Ya, tentu saja akulah tokohnya.

“ Ah, ngapain capek belajar UTBK, udahlah swasta aja kek gw” , “ Yakin lu mau masuk situ, disitu susah loh masuknya”. Kurang lebih begitulah celotehan teman-teman ketika mereka tau aku bertekad masuk PTN.  Belajar UTBK dulu memanglah melelahkan, sangat melelahkan. Ditambah, aku sudah masuk ke salah satu PTS. Kian hari kian habislah motivasi aku untuk masuk PTN.  Tapi, baca kembali judul tulisan ini. Never surrender.

Skip. Lanjut adegan berikutnya.Setelah melewati aral rintangan yang menerjang, tak terasa UTBK sudah lewat, pendaftaran mandiri sudah tutup dan tibalah hari pengumuman. Selamat, kata itulah yang terpampang di layar. Heboh dan bahagialah aku saat itu. Ingin rasanya mengabari orangtua tentang keberhasilanku. Sayangnya, aku salah baca. Yang terpampang di layar laptop bukanlah “ Selamat”  melainkan “Semangat”, lengkapnya “ Jangan menyerah dan tetap semangat”. Tak terbayang, pada hari itu, 14 Agustus 2020, berapa banyak calon mahasiswa yang menangis dan bersedih karena tulisan itu, dan aku pun salah satunya ( sedih doang ya kagak nangis). Perjuangan setahun terakhir hambar rasanya karena tak berbuah hasil manis. Namun, sekali lagi, baca judul tulisan ini. Never surrender.

Bye UTBK, next jalur mandiri. Seperti yang disebut di atas aku ditolak delapan kali. Di SBMPTN, aku sudah ditolak 2 kali. Dengan modal nilai UTBK ( yang dirasa cukup), niat ( atau bisa dibilang nekat), dan uang (orangtua) akhirnya aku mendaftar banyak jalur mandiri. Di Depok, Bandung, Semarang, Solo, dan terakhir Malang di UB tercinta sekarang.

Loh, itu baru lima, kurang satu, satunya daftar dimana lagi?  Penolakan yang satu ini tidak terjadi antar aku dan PTN. Penolakan yang ini tidak untuk diceritakan disini. Kalian pasti bisa menebak apakah itu. Untuk kali ini, jangan baca judulnya karena aku memang menyerah akan hal itu wkwkwkwk. Next.

Sembari menunggu pengumuman seleksi mandiri, PTS tempat aku bernanung kala itu sudah memulai pembelajaran. Terpaksa aku mengikutinya dengan berat hati, tetapi tetap dengan harapan yang tinngi akan PTN.Ibarat kata pistol, aku sudah memegang lima amunisi tambahan dalam misi perburuan PTN.   Satu, dor.....Dua,dor........Tiga,dorrr.......Empat,dor.......Lima,dorr....... Dewi fortuna sedang tidak berpihak padaku. Lima pendaftaran berakhir dengan kegagalan. Oke,...PTS, I’m coming.

Sebelum memulai paragraf baru, aku ingin kamu baca judul tulisan ini, sekali lagi. Never Surrender. Sambil berkuliah, aku tetap bersiap untuk UTBK 2021. Walaupun bersedih, tapi hidup harus tetap berjalan.  Ya, secepat itu memang karena aku tau, kegagalan itu pahit rasanya dan aku tidak mau merasakannya lagi tahun depan. Tapi, rencana Tuhan memang luar biasa. Tak ada angin tidak ada hujan, dua PTN idamanku membuka pintu mandiri, lagi. Dengan berpasrah diri, berangkatlah aku mebeli dua amunisi tambahan, lagi, setidaknya untuk yang terakhir kalinya. Manusia berkehendak, Tuhan yang bertindak. Rencana Tuhan memang begitu indah.  Dua amunisi terakhir, aku berhasi lulus di dua tempat. Dan akhirnya, sekarang aku memilih Universitas Brawijaya sebagai pelabuhan menimba ilmu berikutnya.

Setelah membuat tulisan ini, banyak hal yang ternyata baru kusadari dalam perjalananku. Andaikata aku mengikuti kata temanku, aku tidak akan membuat tulisan ini. Andaikata aku menyerah pada kegagalan mandiri pertama, aku juga tidak akan membuat tulisan ini. Dan andaikata aku tidak lulus ke PTN pada akhirnya, aku tetap bersyukur karena tetap memiliki kesadaran dan kewarasan karena tak jarang banyak teman teman seperjuangan kita yang stres dan depresi, tak sedikit pula yang menjadi gila. Inti dari ceritaku adalah, baca judul tulisan ini, sumpah ini benar-benar yang terakhir kalinya, Never Surender.

Untuk menutup tulisan ini, aku ingin mengutip sedikit quotes favorit yang cocok untuk mengakhiri tulisan ini.


                                         

Untuk lebih dan kurangnya tulisan ini, saya ucapkan sekian dan terima kasih.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Salesman” Dadakan Zenius

Mengubah Insecure Menjadi Bersyucure