Mengubah Insecure Menjadi Bersyucure
Dalam rangka
memperingati hari kesehatan mental dunia maka lahirlah tulisan ini. Tulisan ini hanya
bersifat opini dari penulis yang baru pertama kali ini nulis di sebuah blog
jadi mohon maaf bila ada kesalahan. Namun, sebelum memulai tulisannya, ada
baiknya kamu menyiapkan camilan, tempat yang nyaman, dan baterai yang cukup
karena ini akan menjadi tulisan yang
panjang.
Sesuai tema tulisan ini
mengenai kesehatan mental, tentunya kita harus tahu dahulu apa itu kesehatan
mental ? Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
kesehatan mental adalah keadaan sejahtera di mana setiap individu bisa
mewujudkan potensi mereka sendiri. Artinya, mereka dapat mengatasi tekanan
kehidupan yang normal, dapat berfungsi secara produktif dan bermanfaat, dan
mampu memberikan kontribusi kepada komunitas mereka. Nah dari hasil pengamatan
aku sendiri, banyak masalah kesehatan mental yang menghantui remaja zaman
milenial kayak kita sekarang. Dan yang bakal jadi bintang utamanya adalah “Insecure”.
Karena internet aku
lagi mati, jadi aku gabisa ngutip pengertian insecure, jadinya menurut
pemahaman aku aja ya karena ini juga kan emang artikel opini aku ya kan. Nah,
definsi dari insecure menurut aku sendiri adalah perasaan rendah diri seseorang
ketika membandingkan dirinya dengan pribadi lain yang dia rasa lebih unggul
atau superior. Sebenernya ini hal yang lumrah terjadi pada setiap manusia. Nah,
yang jadi masalah disini adalah kalo perasaan rendah diri kamu itu berlarut,
akhirnya kamu merasa gak mampu keluar dari zona nyaman kamu, dan akhirnya
pengembangan diri kamu stuck/mandek
sampe disitu.
Kondisi itu juga
diperparah lagi sama keadaan masyarakat kita yang suka ghibah dan nyinyir
terhadap kelemahan kita. Di bagian inilah sebenarnya kesehatan mental kita yang
dipertaruhkan. Oke cukup teorinya, sekarang contohnya deh, yang gampang dan
sering ditemuin di masyarakat. Hal yang menurut aku bikin paling insecure itu adalah
sosial media, wadah setiap orang untuk memposting sesuatu, mulai dari kekayaan,
prestasi, kecantikan dan semua pencapaian. Sah-sah saja rasanya mereka
memposting itu, tergantung bagaimana klita menanggapi postingan itu secara
bijak ( semangat kompetitif ) atau malah nyinyir dan insecure itu tadi. Padahal foto postingannya dengan yang aslinya
berbeda.....aaaaaa... memang dunia maya tak seindah realitanya.
Dari postingan-postingan
tadi, sosial media (atau malah masyarakat sendiri) membuat standar untuk hal-
hal tersebut. Orang kaya kalo hpnya iphone, insecure lah kaum xiaomi,saya yang
esia hidayah mah neglus dada wae.
Untuk pendidikan, misalnya kuliah, standar orang pinter itu masuk PTN, anak PTS
tu alumni SBMPTN yang gagal, insecure lagi anak PTS sama gap year. Standar- standar seperti ini sudah mendarah daging di
masyarakat dan lebih dikenal luas masyarkat daripada SNI.
Dan yang terburuk dari
yang paling buruk, standar masyarakat soal kecantikan apalagi kecantikan
wanita. Bahkan sampai ada anggapan “ setengah
masalah hidupmu beres kalo kamu cantik/ ganteng”. Hmmm... apakah keadilan
sosial untuk yang good looking saja? Sosial media menampilkan wanita
tinggi, putih, seksi, mancung, glowing, body goals dan segala macam standar
lainnya. Tuhan jelas menciptakan manusia demgan segala keunikannya. Namun,
kenapa kecantikan sendiri seolah
memiliki standarisasi. Inilah yang membuat banyak wanita diluar sana merasa iri
hati, rendah diri, dan tidak bersyukur, dan berujung pada kesehatan mental yang
terganggu.
Tidak ada yang bisa
membenahi situasi ini, kecuali kita sendiri. Seperti judul tulisan ini,
mengubah insecure menjadi bersyukur. Walaupun tubuh kita tidak body goals, setidaknya bersyukur tubuh
kita tetap sehat. Walaupun kita tidak kaya, tetap bersyukur tidak dikejar
hutang dan tagihan kredit.Walaupun tidak kulah di PTN, tetap bersyukur masih
bisa mengenyam pendidikan. Intinya, tetap bersyukur atas apa yang kamu miliki.
Dan yang terakhir , walaupun tulisan ini tidak bagus, tetap bersyukur kalo tugas
RAJA BRAWIJAYA saya sudah selesai ehe ...
JJJ
Jadi begitulah opini
saya mengenai masalah anak milenial jaman sekarang. Semoga setelah membaca
tulisan ini, kalian bisa terlepas dari KKM yang dibuat oleh media karena hidup
ini adalah hidup kalian jadi kalianlah yang menentukan standar kalian sendiri.
Untuk akhir kata, inget kata babang Bruno.
Komentar
Posting Komentar